Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit di wilayah Pasang Surut yang Berwawasan Lingkungan
LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia
merupakan salah satu negara paling luas di dunia, dengan total wilayah
5.193.250 kilometer persegi (mencakup daratan dan lautan). Sehingga
menjadikan Indonesia sebagai negara terluas ke-7 di dunia setelah,
Amerika Serikat, Cina, Rusia, Kanada Brazil, dan Australia.
Namun apabila dibandingkan dengan luas
negara-negara di Asia, Indonesia berada di peringkat ke-2. Sedangkan
jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia
menduduki peringkat teratas sebagai negara terluas.Salah satu jenis
lahan yang ada di Indonesia adalah Lahan Pasang surut.
Lahan Pasang surut termasuk lahan
marginal, yang tingkat keasamannya tinggi.salah satu penyebabnya adalah
belum optimalnya pengelolaan sumberdaya yang tersedia. Luas lahan rawa
pasang surut di Indonesia diperkirakan 20,11 juta hektar terdiri dari
2,07 juta hektar lahan pasang surut potensial, 6,71 juta hektar lahan
sulfat masam, 10.89 hektar lahan gambut,dan 0,44 juta hektar lahan salin
(Alihamsyah, 2002).
Di Kalimantan Selatan luas lahan rawa
pasang surut sekitar 182.990 ha,diantaranya seluas 99.695 ha berada di
wilayah pemerintah Kabupaten Barito Kuala, dari jumlah tersebut yang
sudah diusahakan seluas 78.209 ha (Diperta, 2007).
Saat ini dengan semakin terbatasnya
ketersedian lahan maka penggunaan lahan pasang surut untuk usaha
produktif lainnya selain untuk pertanian juga semakin meningkat,
terutama untuk pengusahan perkebunan kelapa sawit, dan tentu saja hal
ini harus disikapi secara bijak, dan harus diikuti dengan kemampuan
pengelolaan yang benar dengan tetap memperhatikan kaidah kelestarian
lingkungan.
Saat ini pembangunan kebun kelapa sawit
sangat rentan terhadap issue kerusakan lingkungan, sehingga dalam
membangun sebuah perkebunan kelapa sawit haruslah mempertimbangkan
beberapa hal yang mengacu pada Sustainable Palm Oil ( SPO ). Management
KJP – Cipta Prima Sejahtera juga konsen terhadap hal ini, sehingga
pembangunan perkebunan pada areal pasang surut selalu mengacu pada
pembangunan kebun yang lestari ( Sustainable ).
KARAKTERISTIK
Berdasarkan jangkauan pengaruh air pasang membagi lahan menjadi 4 tipe luapan yaitu:
Tipe A: selalu terluapi air pasang,
baik pasang besar (spring tide) maupun pasang kecil (neap tide). Tipe
lahan ini biasanya ditemui di daerah dekat pantai atau sepanjang pantai,
Tipe B: hanya terluapi oleh pasang besar (spring tide), tetapi terdrainase harian,
Tipe C: tidak pernah terluapi walaupun
pasang besar, namun permukaan air tanah kurang dari 50 cm. Drainase
permanen dan air pasang mempengaruhi secara tidak langsung,
Tipe D: tidak pernah terluapi dan
permukaan air tanah lebih dari 50 cm. Drainase terbatas, penurunan air
tanah terjadi selama musim kemarau ketika evaporasi melebihi curah
hujan.
Sedangkan berdasarkan tipologi lahan terbagi menjadi 4 kategori yaitu:
(1) lahan rawa pasang surut
(2) potensial,sulfat masam,
(3) gambut, dan
(4) salin (Puslittanak, 1997; Maamun, 1996; Sarwani, 1994).
PENGERTIAN DASAR
Sifat dan karakteristik lahan pasang surut.
Kemungkinan banjir serta sifat air.
Pengaturan tinggi permukaan air tanah.
Pengaturan tata air baik secara makro maupun mikro.
Lahan Pasang surut adalah lahan yang
kaya akan bahan organic dan umumnya mengandung bahan alluvial yang
dipengaruhi oleh pasang surut air sungai yang terbentuk dari bahan
organic, disebut sebagai tanah aluvial.
Untuk mencapai produktifitas yang
optimal di lahan pasang surut , maka pengelolaannya memerlukan
standardisasi teknologi dan kultur-teknis khusus yang berbeda dengan
tanah mineral.
Dalam peningkatan efektifitas
operasional di lahan pasang surut diperlukan paket teknologi yang
terintegrasi mulai dari sistem pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan
tanaman, transportasi dan pengelolaan system panen yang benar.
Adapun komponen dalam Water Management pada areal pasang surut adalah :
Out Let : Adalah saluran atau drainase
pembuangan air yang berfungsi mengalirkan kelebihan air yang terdapat
pada areal tanaman kelapa sawit keluar kebun atau menuju laut dengan
ukuran parit 4 X 4 M atau disesuaikan dengan kebutuhan, tanpa adanya out
let yang memadai dan mencukupi maka kondisi air di dalam kebun tidak
akan terkendali. Out let = Kunci Sukses ( Life start from here ).
Main Drain : Adalah parit utama dengan
ukuran 3 X 3 M dibuat dengan arah timur barat hasil galian dari parit
utama bisa menjadi badan jalan ( Main Road ), parit ini berfungsi
menampung air dari Collection Drain dan mengalirkan air ke arah Out Let.
Collection Drain : Adalah parit pengumpul air dari dalam Blok melalui Field Drain, ukuran Collection Drain 2 X 2 M. Arah dari
Collection Drain adalah utara selatan dan galian parit ini menjadi badan
jalan ( Collection Road ).
Field Drain : Berfungsi sebagai
penampung air didalam Blok sekaligus mengalirkan air ke Collection
Drain, ukuran Field Drain 1 X 1 M. Rasio pembuatan Field Drain adalah 2 :
1 ( 2 Baris tanaman dengan 1 parit ), 4 : 1 atau 8 : 1 disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi tinggi muka air.
Water Gate ( pintu air ) : Dipasang pada
ujung Out Let berfungsi untuk menahan air pasang sehingga volume air
dalam kebun tidak bertambah, dan akan mengeluarkan air dari dalam kebun
ketika air laut surut. Ukuran dan jumlah Water Gate disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan dan bisa dibuat secara permanen maupun semi
permanen.
Over Flow : Berfungsi untuk menahan air
sesuai dengan kebutuhan tanaman yaitu pada level 60 – 70 cm dibawah
permukaan tanah, dan mengalirkan air apabila tinggi muka air melebihi 60
cm dipasang pada ujung Collection Drain.
Bunding ( Tanggul / Benteng ) :
Berfungsi sebagai penahan air pada saat air laut pasang. Tinggi benteng /
tanggul disesuaikan dengan tingginya siklus air pasang berdasarkan
pengamatan dan observasi yang detail sehingga benar – benar berfungsi
dengan baik.
Water Level Indicator : adalah alat ukur
ketinggian muka air yang harus dipantau dan dicatat setiap hari ( pagi
dan sore ), sehingga kita mendapatkan data pergerakan tinggi muka air
dan terpenting bahwa ketinggian level air berada pada posisi yang
diharapkan yaitu 60 – 70 cm dibawah permukaan tanah.
Recording data ketinggian level air
setiap hari, curah hujan harian , lamanya siklus pasang surut harian, up
date kondisi water gate dan over flow setiap hari.
Berdasarkan evaluasi penulis dilapangan
bahwa pola Water Management sendiri dapat dikategorikan kedalam 3 pola
pengelolaan yaitu :
Pola Zoning Sistem : yaitu sistem Water
Management yang pada umumnya telah digunakan oleh semua kebun yaitu
dengan instrumen Out let + Water Gate dan bunding / tanggul yang
mengelilingi kebun. Out Let dan Water Gate dibuat sesuai kebutuhan untuk
mengcover area yang luas ( 300 – 500 Ha ).
Pola Bloking Sistem : yaitu sistem Water
Management yang melokalisir setiap Blok ( 30 Ha ) tanaman kelapa
sawit dengan tanggul dan water gate pada ujung Collection Drain dan Main
Drain sebagai Out Let, hal ini dilakukan apabila pola Zoning Sistem
tidak bisa diterapkan di suatu kebun tersebut.
Pola Palming Sistem : yaitu sistem Water
Management pada areal rawa pasang surut dengan kondisi air yang
melimpah banyak atau areal cekungan ( Water Lock ) sedangkan kondisi Out
Let tidak bisa mengeluarkan air secara maksimal, sehingga perlakuan
pada saat penanaman kelapa sawit dengan meninggikan atau menaikkan titik
tanam pada setiap pokok tanaman ( Palming ) atau disebut juga dengan
Tapak Timbun, hal ini dimaksudkan posisi tanaman agar tidak tergenang
pada saat air pasang dan curah hujan yang tinggi.
Dalam mengelola kebun kelapa sawit di
areal pasang surut dibutuhkan ketelitian dan kejelian yang lebih
spesifik dibandingkan dengan kebun areal mineral, hal ini dikarenakan
kondisi tinggi muka air harus senantiasa dimonitor dan dipantau setiap
saat mengingat kondisi iklim dan cuaca sangat berpengaruh terhadap
siklus pasang surut air laut yang berdampak pada ketinggian level muka
air.
Tanaman kelapa sawit dibawah umur 2
Tahun masih sangat rentan terhadap kondisi tergenang yang mengakibatkan
kematian tanaman, untuk itu pada masa – masa rawan ini intensifitas
pemeliharaan tanaman dan tata kelola air sangat dibutuhkan.
Pengelolaan kebun kelapa sawit diareal
pasang surut tidak terlepas dari biaya investasi pembuatan drainase yang
tinggi sehingga haruslah menjadi pertimbangan matang untuk setiap
Management
Kebun dalam membangun kebun diareal
pasang surut tersebut. Saat ini plafon di Dinas Perkebunan Cost To
Maturity setiap Ha mencapai Rp. 65 juta atau lebih tinggi 20 % – 25%
dibanding dengan biaya pembangunan kebun diareal mineral.
Namun demikian areal pasang surut
mempunyai potensi produksi ( yield ) ton / ha yang cukup tinggi sehingga
besarnya biaya investasi tidak menjadi masalah untuk kebun yang memang
sedang mengusahakan areal non produktif pasang surut menjadi sebuah
perkebunan kelapa sawit yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan
khususnya mempunyai dampak positif terhadap pembangunan perekonomian
suatu daerah dengan pengembangan kebun plasma masyarakat.
Konsep water mangemen dan zone system
merupakan salah satu bentuk penerapan pengembangan perkebunan yang
berwawasan lingkungan, Air merupakan salah satu anugerah yang harus
dikelola dengan baik,dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia.
Penulis,Konsultan PT Natural Nusantara
Eko Zulkifli, SP. M.Sc
Kantor Layanan & Pemesanan
hubungi:
Distributor Resmi NASA
N-464184
Moch Rizal Fauzi
Dawunan, Secang, Kab.Magelang, Jawa Tengah
Telepon :
+62857 2692 9962
Mobile :
085 726 929 962 (INDOSAT)
Whatsapp :
085 726 929 962
+6285 726 929 962
Kantor Pusat PT. Natural Nusantara
Jl. Ring Road Barat no 72 Salakan, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogjakarta.